BDKSURABAYA - Pengembangan profesi adalah pengamalan (penerapan) keterampilan guru untuk peningkatan mutu belajar mengajar, atau Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi perbaikan dunia pendidikan. Terdapat beberapa jenis pengembangan profesi guru, diantaranya karya tulis ilmiah (KTI), teknologi tepat guna, pengembangan alat peraga , pengambangan karya seni dan pengambangan kurikulum. Uraian tersebut disampaikan Darmani, widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya ketika memberikan materi melalui zoom kepada peserta pelatihan jarak jauh KTI bagi Guru Madrasah Ibtidaiyah. (27/07/2021).
Dalam paparannya, KTI yang menjadi salah satu jenis pengembangan profesi guru dapat dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu KTI yang berbentuk hasil penelitian, pengkajian, survei atau evaluasi di bidang pendidikan. Karya ilmiah berupa gagasan ilmiah, tulisan ilmiah populer, prasaran dalam seminar, buku, diktat dan terjemahan.
Dikatakan karya tulis ilmiah menurutnya perlu memenuhi persyaratan tertentu yaitu, isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah, langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah, dan sosok tampilannya sesuai dan memenuhi syarat sebagai suatu sosok keilmuan.
Mengutip pendapat Susilo dan Tiyanto (1995), Darmani menjelaskan bahwa ciri-ciri tulisan ilmiah adalah 1) logis, yakni segala informasi yang disajikan memiliki argumentasi yang dapat diterima dengan akal sehat; 2) sistematis, yaitu segala yang dikemukakan disusun berdasarkan urutan yang berjenjang dan berkesinambungan; 3) objektif, artinya segala informasi yang dikemukakan itu menurut apa adanya dan tidak bersifat fiktif; 4) tuntas dan menyeluruh, yang berarrti segi-segi masalah yang dikemukakan ditelaah secara lengkap; 5) seksama, yakni berusaha menghindarkan diri dari berbagai kesalahan; 6) jelas, artinya segala keterangan yang dikemukakan dapat mengungkapkan maksud secara jernih; 7) kebenarannya dapat teruji; 8) terbuka, maksudnya sesuatu yang dikemukakan itu dapat berubah seandainya muncul pendapat baru; 10) berlaku umum, yakni kesimpulannya berlaku bagi semua populasinya, dan 11) penyajiannya memperhatikan santun bahasa dan tata tulis yang sudah baku.
Selanjutnya ia menjelaskan sebab-sebab KTI ditolak. Bisanya KTI ditolak karena diragukan keasliannya, sudah kadaluarsa ( disusun sebelum PAK terakhir), KTI bukan dalam bidang pendidikan, penulisan makalah tidak jelas apakah laporan penelitian atau tulisan ilmiah yang merupakan tinjauan/ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri. karya ilmiah yang disusun belum/tidak menggunakan format yang lazim dalam penulisan ilmiah, tulisan yang diajukan tidak memenuhi syarat sesuai dengan Kepmendikbud No.025/0/1995.
Lebih detail, ia menjelaskan jika KTI berupa penelitian, KTI bisa ditolak karena penyusunan karya ilmiah belum menggunakan proses berpikir keilmuan (ada masalah, kajian teori, metodologi, data, analisis, kesimpulan, saran dan rekomendasi; yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi penulis; yang ditulis bukan kegiatan nyata penulis dalam peningkatan/pengembangan profesi, kajian teori tidak relevan, sangat luas dan terlalu sederhana, metode penelitian tidak sesuai, data yang disajikan kurang lengkap, instrumen tidak dilampirkan, analissi data tidak sesuai, kesimpulan dan saran tidak sesuai dengan alur berpikir, dan rekomendasi belum menunjukan manfaat yang nyata bagi dunia pendidikan.
Jika KTI berupa diktat, usulan KTI ditolak karena tidak sesuai dengan tugasnya dan sistimatika penulisan tidak sesuai dengan pedoman penulisan yang berlaku> Jika berupa buku, ditolaknya KTI biasanya karena belum mendapat pengesahan dari Disrjen Dikdasmen (taraf nasional) dan belum mendapat pengesahan dari kepala dinas pendidikan di provinsi (taraf provinsi).
Jika KTI berupa alat peraga, maka bisa ditolak karena pada latar belakang belum dikemukakan permasalahan, manfaat alat peraga, langkah-langkah pembuatan, langkah-langkah penggunan dan kesimpulan serta lampiran yang relevan ( foto/gambar dari alat peraga) .
Terakhir, alumni S3 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut memaparkan bahwa KTI berupa karya terjemahan bisa ditolak karena substansi di luar bidang pendidikan /tidak bermanfaat dalam pembelajaran/tidak utuh; belum ada keterangan dari kepala sekolah yang menjelaskan manfaat karya terjemahan tersebut serta belum ada keterangan dari kepala sekolah yang menjelaskan karya tersebut adalah terjemahan guru yang bersangkutan. (AF).
Penulis :
Editor :
Sumber :