BDKSURABAYA – Pelatihan di wilayah kerja (PDWK) bagi penyuluh agama non PNS, guru dan kepala madrasah mulai diselenggarakan mengawali kegiatan tahun 2021. Secara serentak , 13 angkatan pelatihan dibuka, meliputi Pelatihan Penyuluh Agama Non PNS yang diselenggarakan di wilayah Kemenag Kab. Nganjuk, Jombang dan Kediri, Pelatihan Tematik MA (di Kab.Pasuruan), Pelatihan Publikasi Ilmiah ( Kab. Sidoarjo), Pelatihan Tematik MI (Kab. Probolinggo, Kab. Malang dan Kab. Mojokerto), Pelatihan Temtik RA (Kab. Gresik) dan Pelatihan Moderasi Beragama dan Nasionalisme bagi ASN (di Kab. Tuban, Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo dan Kab. Probolinggo). (08/02/2021)
Pelatihan yang diikuti oleh 30 peserta pada tiap angkatan tersebut rata-rata dibuka oleh Kepala Kantor Kemenag setempat dan pejabat dari Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya. Pada kesempatamn tersebut rata-rata pejabat yang membuka melihat pentingnya pelatihan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Penyuluh agama yang berperan sebagai penerang masyarakat diharapkan mempunyai kompetensi yang cukup untuk menjaalankan tugas dan fungsinya, guru madrasah, yang dimulai dari tingkatan paling rendah pun diharapkan senantiasa meningkatkan kompetensinya dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, guru, kepala madrasah dan kaur TU madrasah diharapkan memahami pentingnya menerapkan perilaku yang moderat dalam beragama dan mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Kantor Kemenag Kab. Pasuruan, Mohammad As’adul Anam, ketika memberikan sambutan pengarahan pada Pelatihan Moderasi Beragama dan Nasionalisme bagi ASN. Ia menerangkan bahwa sikap moderat dalam beragama sangat diperlukan.
Menurutnya, budaya dan agama jangan sampai ditabrakkan. Budaya harus ditarik dalam ritualitas dimana tidak bertabrakan dengan agama, seeprti pelaksanaan budaya ogoh-ogoh. Budaya ogoh-ogoh menurutnya tidaklah bertentangan dengan agama, karena dalam prosesi budaya ogoh-ogoh terdapat ritual keagamaan, bukan ritual kesyirikan. Dalam pandangannya, jika melarang budaya haruslah menyajikan alternatif budaya dulu. “Jangan serta merta melarang ogoh-ogoh tanpa mencari solusi budaya,’ tegasnya.
Dalam menyikapi kondisi inilah, dalam pandangannya diperlukan moderasi beragama, yaitu sikap yang tidak ekstrim kanan dan kiri, sehingga yang moderat adalah sikap manusia dalam beragama, bukan agamanya, karena setiap agama menurutnya sudah noderat.
“Makanya selalu merestorasi bagaimana konteks beragama yang tepat. Kita tidak berada di haluan kanan dan kiri, antar liberalisme dan ekstrimisme, anda berada di tengah-tengah. Moderasi adalah sebuah kondisi bukan tujuan, kreana by proses,” urainya.
Direncanakan seluruh kegiatan yang ditangani oleh panitia pelaksana dari BDK Surabaya tersebut akan diakhiri pada 13 Februari mendatang. (AF).
Penulis :
Editor :
Sumber :